Ospek Mahasiswa Baru Geologi dan Geofisika UI

Artikel ini sebenarnya saya tulis pada bulan September 2015 atas permintaan redaksi Majalah Scientia (majalah di Mipa) mengenai bagaimana konsep kegiatan ospek dua jurusan baru di FMIPA UI, yaitu Geologi dan Geofisika. Kebetulan saya waktu itu memang sedang diamanahkan menjadi ketua ospek kedua jurusan tersebut. Karena sepertinya tulisan ini tidak jadi dimuat, saya taruh saja di blog pribadi saja.

--------------

“Yan, kamu tolong urus ospek mahasiswa baru Geosains (Geologi dan Geofisika) ya”, kurang lebih seperti itu perkataan Pak Supriyatna, dosen yang saya hormati, 3-4 bulan sebelum angkatan 2015 masuk. Agak malas sebenarnya untuk menerima. “Ngapain juga udah tahun terakhir gini masih ngurusin maba”, begitulah yang terlintas di benak saya ketika itu, dan tanggapan semua teman yang saya ceritakan kalau saya sekarang masih mengurus ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus). Tapi toh akhirnya saya terima juga. Selain karena memang saya menghormati permintaan tolong dari Pak Supri, melalui kesempatan ini saya juga bisa balas dendam. Saya akhirnya bisa mengubah sistem yang dari lama sudah gatal ingin saya ubah.

Manusia yang terdidik dan tercerahkan adalah kunci kemajuan bangsa. Kita semua tau itu. Tetapi tolong koreksi saya: bukankah sistem ospek yang sudah lama kita anut (terutama di FMIPA UI) masih bersistem feodalis? Contoh nyatanya: Komisi disiplin. Sebuah komisi yang sibuk mencari kesalahan maba, modal teriak kencang (juga merasa senior tentunya), dan menyuruh Maba berargumen walau semuanya tahu bahwa sang maba pasti akan dianggap selalu salah. Cocok buat lucu-lucuan setelah selesai, tetapi kalau program ini diharapkan akan mengubah pola pikir mahasiswa secara fundamental, lupakan saja itu.

Kedisiplinan macam apa yang dibangun atas dasar ketakutan (bukan respect)? Ya, sistem feodal. Turunan sistem dari pemerintah Hindia-Belanda kepada murid Inlander yang sedang sekolah, agar di masa depan tetap jadi budak kaum kolonial. Fokus kaum kolonial itu adalah pada kekayaan alam saja tanpa peduli pada kualitas manusianya. Lah memang mereka kan datang untuk mengeruk dan menyedot isi bumi Nusantara. Peduli setan mereka dengan kualitas manusianya. Terpujilah kita masih mempertahankan sistem itu sampai sekarang.

Pak Anies Baswedan pernah berkata bahwa ketika berbicara mengenai Generasi Pembelajar, maka jangan membayangkan kita membentuk dan mencetak generasi pembelajar. Anak-anak semenjak lahir sudah menjadi pembelajar. Ki Hadjar Dewantara menggunakan istilah “taman” ketika berbicara mengenai tempat menumbuhkan potensi manusia, menumbuhkan karakter pembelajar. Di sebuah taman, berbagai tumbuhan dapat hidup menurut kodratnya masing-masing. Ada kelapa, anggur, sirih, jeruk, melati, damar, akasia; mereka bisa tumbuh, dan menghasilkan manfaat yang berbeda-beda, tanpa harus dibandingkan kekurangannya satu sama lain.

Sumber Daya Manusia (SDM) kadang sama seperti SDA: sering kali tertimbun. Banyak orang belum mendayagunakan bakat dan talenta yang dimilikinya dengan baik. Bahkan banyak orang melewati seluruh hidupnya tanpa mengetahui apakah bakat mereka sebenarnya, atau jika mereka punya bakat.

Tugas seorang pendidik adalah memberikan rangsangan, memberikan rawatan agar bibit itu bisa tumbuh sesuai dengan potensinya, sesuai dengan minatnya, sesuai dengan cita-citanya. Yang kami bentuk adalah berusaha menciptakan sistem untuk memunculkan mahasiswa yang cerdik, mahasiswa yang bisa belajar untuk belajar. Begitu kita memiliki generasi pembelajar maka mereka dapat menghadapi masanya dan bermakna di masanya.

Disini saya mengajak untuk mari bersama mempertanyakan apa yang telah kita terima apa adanya. Banyak ide yang dibuat bukan untuk mengatasi masalah abad ini, tapi abad sebelumnya. Perkembangan pengetahuan dan teknologi semakin cepat. Kita semua tidak tau 5-10-20 tahun lagi akan seperti apa dunia ini. Apakah tujuan kita mendidik untuk membuat mereka gagal? Masalah yang dihadapi baru, haruslah dihadapi dengan cara baru, dan bertindak dengan cara yang baru.

Mari memerdekakan diri kita. Mari bersama-sama membuka paradigma.

Untuk panitia: Selamat memanusiakan manusia,
dan bagi maba geosains: saya katakan sekali lagi kalau ospek kalian sama sekali tidak mudah. Mengubah diri sendiri setahu saya amat jauh lebih sulit daripada menyuruh orang lain untuk berubah.  Kalian sendiri yang menentukan masa depan kalian, semangat..

Anak-anak Geosains 2015 @ Parakansalak

Sumber:
Anies Baswedan, pidato sambutan Mendikbud pada Hardiknas 2015

Anies Baswedan, dalam Mata Najwa edisi Generasi Pembelajar 28 Mei 2015

Ken Robinson, Bring on the learning revolution! Mei 2010. http://www.ted.com/talks/sir_ken_robinson_bring_on_the_revolution?language=en

Ken Robinson, Do School Kill Creativity? Februari 2006

Pramudya A. Oktavinanda, Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan? Jangan Berharap Terlalu Banyak! http://www.pramoctavy.com/2015/02/mahasiswa-sebagai-agen-perubahan-jangan.html

Billy Boen, dalam monthly meeting Young On Top Campus Ambassador batch 5. Sabtu, 19 Juli 2014.

Komentar

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka Untuk Mas Admin @Hitsbiruhitam

Tersangka Kisruh Akang Batman

Hampir Aja Gue Masuk Koran